Jumat, 29 November 2013

Pengumuman LCPN Kuflet diundur

Sebelumnya panitia pelaksana Lomba Cipta Puisi Nasional Kuflet minta maaf kepada seluruh peserta, karena ada sebagian naskah puisi belum siap dinilai oleh dewan juri. Maka pengumuman LCPN Kuflet diundur sampai  11 Desember 2013 melalui blog http://infolombaciptapuisikuflet.blogspot.com jurnal seni online kuflet.com dan media lainnya

Salam

Panitia Pelaksana

Minggu, 10 November 2013

Puisi-Puisi Wahyu Saputra

Wahyu Saputra, pemuda Mukomuko, Propinsi Bengkulu ini, tepatnya lahir di Sungai Lintang, 14 September 1987. Setelah mengenyam pendidikan Diploma Satu Informatika Komputer di AIM Jayanusa Padang, kini ia tercatat sebagai Alumni Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Univeritas Negeri Padang. Alhamdulillah, sejak di bangku kuliah beberapa karyanya pernah dimuat di Koran Lokal di Kota Padang, baik puisi, cerpen, cerita anak, dan beberapa artikel lainnya. Puisinya juga pernah dibukukan dalam Antologi Puisi Epitaf Arau yang diakan IADB Padang. Sekarang fokus bekerja dan berkarya, tinggal di Jalan Gelatik 4 Nomor 56 Perumnas Air Tawar, Kota Padang. Kode Pos; 25132. 

Jika berkenan bersapa ria, Handpone. 0821 7414 3808, Fesbuk; Wahyu Amuk, Twitter; @wahyuku_lovers, email; w_s1987@ymail.com / wahyuku87@yahoo.com.
Salam Sastra.


1001

Sepoi-sepoi mimpi ini nyata!
Petik melodi sesuka hati, biar angin berhembus terus berirama
Satu dari seribu lebih bernyawa, bila saja kau mampu berbeda
Tanamkan dalam-dalam, dalam dada.

Bila saja kau mampu jadikan alam itu guru
Belajar! Hentakkan kaki pada bumi, sambut desis angin malam purnama
Nyawa itu roda, tanpa jari-jari, ibarat urat hilang nadi.
Mati!

1001 cara memulai menuai sebelum malam menyemai.
Lukislah mimpi dalam bentangan sejadah
Dalam malam berkabut basah, taburkan rindu pada-Nya
Uraikan titah pada Sang Pemurah.

Seribu dari satu bunga menganga tanpa penyangga
Bisa saja. Yang dihitung bukan pada jumlah, bukan tangkai.
Ya, tentu ini bukan pula cinta semusim sunyi
Tapi, bagaimana ia berdiri.

Hei! Apalagi yang kau tunggu?
1001 penulis rindu, hanya satu berkata cinta
Bebaslah! Tebas belenggumu dalam bayang-bayang semu.
Ingat! Ada 1001 kanvas perlu kau ukir,
begitu juga aku.

Air Tawar, Oktober 2013

Selasa, 05 November 2013

Puisi-Puisi Oriangga Santriago Masdaloka

Oriangga Santriago Masdaloka adalah nama lengkap yang diberikan oleh ayah khusus untuk anak lelakinya yang kini tumbuh ,, dan itu adalah aku… Aku lahir pada tanggal 29, bulan Desember, tahun 1993, tepatnya aku lahir di kota kecil nan santri, yakni Kota Pasuruan.

Sebutan kota santri bagi kota Pasuruan, sama sekali tak bisa menjamin 100% penghuninya benar-benar muslim sejati. Masih banyak manusia bejat berkeliaran,, ya itulah manusia.. Hanya kata ‘MAKLUM’ yang bisa mengendalikan hal tersebut. Namun untung saja aku dilahirkan di lingkungan sehat, meski terkadang mata ini selalu menyaksikan dunia hitam yang teramat suram. Itu semua karena aku telah mengenal seni sejak usia dini. Seni yang aku kenal pertama kali adalah musik dan sejenisnya, lalu semakin tinggi nada yang aku kenal, hingga aku kenal dengan seni lukis, dan pada akhirnya berpuncak pada satu nada tinggi yang dinamakan sastra bahasa, salah satunya adalah PUISI. Puisi yang membuatku hidup, dan puisi yang mengajariku arti hidup, bahwa ‘HIDUP BISA MEMBUAT MANUSIA TUMBANG, NAMUN MANUSIA MASIH DAPAT MEMILIH UNTUK BANGKIT ATAU TIDAK SAMA SEKALI.’
Alamat e-mail: lyrocool@yahoo.com ; Nomor handphone: 085646663840

ANOMALI

Saat kamera pada wajahku merekam panorama seni dalam berbagai kelompok habitat manusia.
Otak kananpun ikut berpartisipasi juga.
Menyumbang beberapa imajinasi tak biasa.
Membuatku menjadi sosok anomali yang berbeda.
Layaknya rumus logika yang disatukan dengan rumus alam.
Hingga keduanya membentuk citra visual dalam gelap malam.
Segelas susu kental gurih.
Membuat lidahku bergoyang lirih.
Membuat jiwaku tenang bersantai.
Ditemani angin yang bernafas di sekitar dahi.
Namun pada akhirnya semua kembali, menuju pada satu titik cahaya pagi.
Menuju pada satu pertanyaan lagi, Bagaimana nasib dunia pendidikan kini?
Hanya satu pertanyaan gampang, tapi amat banyak jawaban menyimpang.
Mulut yang mengoceh di berbagai kandang, tak pernah sama dengan realita di tanah lapang. Semua jenis suara terdengar sumbang mengambang.
Aku yang slalu disebut Anomali, tiada pernah menggunakan kiri.
Dalam bersosialisasi, dalam menjelaskan sebuah arti, dalam mencipta sebuah karya seni.

Memang terlihat asing.
Tapi keasingan lebih bebas melengking.
Tiada pernah mengalami kering.
Siapapun berhak bertahan.
Siapapun berhak melawan.
Siapapun berhak berpendidikan.
Siapapun berhak berekspresi dalam pilihan.

Apapun, Bagaimanapun, Dimanapun, Hingga Kapanpun.