Kamis, 30 Mei 2013

Puisi-Puisi Abdul Manaf

Abdul Manaf, lahir di Inderapura 15 februari 1996, adalah siswa MAN/MAPK Koto Baru Padang Panjang kelas XI jurusan keagamaan. Juga anggota di Sanggar Sastra Rumah Puisi Taufiq Ismail di Aie Angek Cottage yang dikelola oleh bapak Taufiq Ismail dan beberapa staffnya dari kalangan sastrawan. Di samping itu Manaf dan beberapa pelajar sastra di madrasahnya juga mendirikan sebuah forum sastra yang bernama Sanggar Sastra Siswa Indonesia-Cakrawala.

Beberapa kali ia memenangkan kompetisi bidang kesusasteraan dan jurnalistik. Karya-karya Manaf berupa Cerpen, Puisi, dan Artikel pernah mewarnai koran-koran besar lokal yang cakupannya di Sumatera Barat, serta terhimpun di www.kuflet.com dan www.koran-cyber.com. Antologi tunggal perdananya Metamorfosis dirilis awal 2013 lalu, kemudian prosanya pernah bergabung dalam antologi cerpen remaja Sumatera Barat, Hutan Pinus(2011), Perahu Tulis(2012).

Untuk kontak dengan penulis dapat melalui e-mail: manaf96_kobar@yahoo.com, atau juga bisa kontak langsung melalui nomor handphone 082392291600 atau 087791905895



Risalah Kemenangan Batin

Menatap kuntum-kuntum pesisir yang tak
kunjung mekar. Aku tafakur!
Desahan nafas para musafir
yang melewati lorong-lorong kehampaan,
ingatkan diri pada artikulasi kehidupan.
Keras, laksana diseret sepak terjang guruh gelombang.

Itukah deraian angka dan kata di ranah ini?
Hancur takluk dihempas amuk pasang
lalu beku, menyatu di antara butiran pasir.

Seingat daku, matahari masih setia mendampingi
untaikan rangkaian prisma mayapada.
Pun, jika malam menutup hari
angkasa tidak sendiri.
Eksotika pijaran bintang ‘kan leburkan lara.

Duh, banyak nian yang kian tergeser waktu
bahkan pelajaran dahulu hanya tutup buku
bahwa kehidupan tak boleh pincang,
 mestilah seimbang.

Ingatlah, Bung!
Hidup tak cuma mengeja kata-kata
lalu menelan mentah rumus metafisika
tanpa tanda baca.

Dunia ini belum merangkum sejarah
tentang kuntum yang hendak tutup usia,
musafir dehidrasi di sahara,
juga angkara murka gelombang penjajah.

Sebelum sang kala berhenti berdetak.
Ingatlah, Bung!
Bahwa hidup tak boleh pincang,
mestilah seimbang.

Negeri Kabut, Mei 2013


Ikhtisar Zaman

Sudah. Sudah kubaca kisah zaman.
Siapa sangka, sudah tak terjamah drama
yang ia terjemahkan.
Dari muasal Adam-Hawa
Hingga detik dan menit menyeretnya
ke era pancaroba.

Sudah. Sudah kutelaah kisah zaman.
Agung! Sandiwara nafas berikan pancarona
tentang peran tawa, bahagia,
sendu, syahdu
menjadi kompetisi harga diri
biar selamat atas seleksi alam.

Jika bimbang, Tanyalah pada matahari
sebagai saksi hingga titik akhir ini.

Sudah. Sudah kutemukan ikhtisar zaman.
Tentang alur drama peranan dunia
benar-benar menghayati
deretan diksi dan imaji.
Belum kunjung ada sumbangnya nada
mewariskan simfoni setiap lembaran.

“Dahulu memang, sejak sajak dan gerak patah.
Semua bawa bekal ziarah
menjauh dari gejolak transformasi
dari sudut pandang batin
manusia berhati batu!”

Cukuplah,
demikian kuputar cuplikan zaman.

Di kaki Singgalang, Mei 2013


Kidung Kemakmuran

Tanah negeriku tanduslah sudah
beberapa dekade hujan tak kunjung basah.
Anak sekolah, petani, pegawai negeri
tafakur mereka-reka kurus-kakunya diri.

Hidup hampa akan warna
hambar menuju nafas tutup usia
sesal saja yang jadi detak pengingat
riwayat jejak kaki yang tersekat
pada ruang kelas lama, jalan setapak,
hingga area persawahan.

“Diri mereka mati!
Jatuh tumbang sebagai pecundang
yang termakan ramuan keilmuan.” Ada yang kecamkan itu.

Hari ini, para guru dilema.
Penyakit lama masih menyerang anak negeri.
Racun-racun menyerang tubuh
sampai musnah; lalu mati melepuh.

Jangan tunggu lama,
senandungkan kidung kemakmuran
dari gubuk seni yang dulunya tertutup rapat.

Sadarilah!
Tak hanya puisi,
bukan juga lenong Betawi,
dan tarian Serimpi.

Masih banyak bahasa kehidupan
yang belum terselami.
Hingga akhirnya menyulam
benang kusut menjadi sebuah esensi.

Negeri Kabut, Mei 2013


Ceritera Batu Nisan

Kata. Kulihat bumi terluka.
Apa sebab engkau balutkan kapas merah itu?
Sudahlah, Puisi!
Bukan urusanmu mengadili
Toh, ia punya hakim sendiri.

Kayu. Kutatap tembok itu roboh.
Apa sebab gempa semalam tak kau usir pergi?
Sudahlah, Kriya!
Bukan urusanmu menanyai
Toh, ia punya penangkal sendiri.

Kisah. Kupandang gadis itu menangis.
Apa sebab tak kau putar rekaman opera cinta?
Sudahlah, Sandiwara!
Bukan urusanmu menengahi
toh, ia punya cerita sendiri.

Kidung. Kucermati anak itu bermimpi.
Apa sebab tak kau putar melodi asa suci?
Sudahlah, Suara!
Bukan urusanmu menangani
Toh, ia punya titian nada sendiri.

Kipas. Kuraba jemarinya kaku.
Apa sebab engkau tak gerakkan seudati negeri itu?
Sudahlah, Irama!
Bukan urusanmu mengamati
Toh, ia punya lekukan jemari.

Ah, akhiri saja ceritera ini.
Kita hanya batu nisan yang bermimpi,
namun mati di ujung hari.

Di Kaki Singgalang, Mei 2013


Bisik Daun Yang Jatuh Dari Ranting
;Filosofi Seni

Semua bermula dari akar
sebagai akidah batin kala menjalar
mencari mata air suci yang berpijar.

Lalu titipkan pada batang sebutir kisah
penyanggah langkah kala lelah
menangkap detak hidup gelisah.

Lambat sudah, ranting membuka hayat
tersemat goyah di puing-puing pikat
selayang angin pun melahirkan daun
kian menahun, kian rimbun.

Belum lama rupanya matahari membuka katup
daun periang harus turun meredup
dan menanti seleksi mengakhiri sayup.

Hingga datang, daun-daun berguguran.
Yang tinggal hanya ranting tanpa dahan.
Dalam mangkat, berkibar amanat.
“Nikmati harimu tanpa kami,
tiada hijaumu tak pernah disesali.
Sebab kami hanya rangkaian puisi,
selamat jalan.”

Semua bisu, hanya ungkap tafakur
lalu mundur meraba bait-bait lebur
bahwa daun hanya ingin berperan
laksana pewarna dalam lukisan.

Negeri Kabut, April 2013

Rabu, 15 Mei 2013

Info Lomba Cipta Puisi Nasional Kuflet

LOMBA CIPTA PUISI NASIONAL KUFLET: Info Lomba Cipta Puisi Nasional Kuflet:   Lo mba Cipta Puisi Nasional Kuflet diundur 10 Juni 2013 KUMUNITAS SENI KUFLET PADANGPANJANG, SUMATERA BARAT M enyambut H...

Puisi-Puisi Budianto Sutrisno


Budianto Sutrisno, Lahir di Purwodadi, 6 November 1954, sekarang tinggal Kompleks Pakuwon Blok Q/3, Jelambar (Jelambar Selatan 17 F) Jakarta 11460, Pendidikan Terakhir Sarjana I FKG,  Pekerjaan Guru. Kontak Person 021-5603786, 0811829960, email:  novo0679@yahoo.com. Penulis sekarang ini mengajar mata pelajaran Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia di dua Sekolah Menengah Pertama di Jakarta.






SIAPA LAGI KALAU BUKAN …

derai hujan mulai sayup meredup
rembulan melongok ceria dari jendela langit
sementara kabut menyapu rumput dan gerumbul semak
katak dan cengkerik menyajikan simfoni malam
siapa yang mampu merekam ini semua?
siapa lagi kalau bukan sang pelukis
yang lincah menarikan kuas di atas kanvas
atau sang penyair yang piawai merangkai kata

kupu-kupu menari lincah di antara kuntum-kuntum bunga
melati dan mawar yang merebakkan wangi
burung-burung berceloteh dan berayun riang di atas dahan
dadap merah yang segar semarak
siapa yang mampu melukiskan ini semua?
siapa lagi kalau bukan sang pemusik
yang pandai memetik dawai
atau sang penyanyi yang mengukir pukau di gendang telinga

pendidikan seni mengasah emosi dan pikiran
 untuk lebih menghargai keindahan dalam hidup
seni adalah sayap hakikat hidup
biarlah dia berkepak di angkasa menggapai makna


NIRSENI ITU MATI

adakah samudera yang tak bergulung gelombang?
adakah bintang gemintang yang tak pendarkan cahaya?
adakah bunga yang tak memekarkan kelopaknya?
kehidupan nirseni itu layu dan mati

adakah guntur tanpa gelegar memekakkan telinga?
adakah kelincahan pipit tanpa cericit?
adakah bayi tanpa tangisan dan rengekan?
kehidupan nirseni itu sepi dan mati

adakah kemuning tanpa ruap aroma harum?
adakah gaharu tanpa semerbak wangi?
adakah sayur bening tanpa garam?
kehidupan nirseni itu tiada kesan, hambar, dan mati

seni adalah bayi mungil-lucu yang didamba
untuk ditimang, dirawat, dan dimanja
seni adalah gelora jiwa
yang berlabuh pada dermaga keindahan

beri kesempatan bagi sang bayi untuk tumbuh sehat ceria
buka jalan bagi gelora sarat dinamika
pendidikan seni memastikan setiap biduk keindahan 
aman berlabuh di dermaga teduh


MERETAS BELENGGU JIWA

seerat-eratnya tali mengikat badan
lebih erat lagi belenggu yang mengungkung jiwa
sekeping keniscayaan yang melayukan kuntum mawar sebelum mekar
karena himpitan belenggu menciptakan kebekuan hati
siapa sanggup meretasnya?

bukalah pintu seni di hatimu lebar-lebar
izinkan puteri seni melenggok anggun ke relung hatimu
biarlah taburan butir-butir benih seni menebarkan
pesona keindahan sampai ke ujung entah
belenggu kungkungan jiwa akan terlepas dengan sendirinya
gelap pekat kebodohan dan ketidakpedulian sirna
digantikan binar tahta terang cahaya

setiap butir benih yang ditabur melalui pendidikan seni
memastikan musim tuai buah manis keindahan pada generasi penerus bangsa
seni memahatkan hakikat kehidupan yang terindah
seni menggoreskan kesan kenangan yang tak kunjung sudah


JANGAN PERNAH MENCOBA …

daya kreativitas bergejolak dan mendesak dalam jiwa sang seniman
membuat jantung berdegup dalam detak yang makin mengentak
membuat nadi berdenyut dalam kejut tanpa surut

gelombang besar ini mampu meledakkan dada
jika tiada katup pelepasan yang terbuka
’tuk buncahkan ide-ide segar sarat warna dan makna

jangan pernah mencoba menutup setiap katup
jangan pernah mencoba padamkan lentera jiwa yang tak pernah redup
jangan pernah mencoba membendung setiap katup
karena panggilan seni tak pernah mengempas dalam sayup

ranah pendidikan setia membuka katup seni setiap siswa
seni itu mendidik, mengasah ketajaman dan kecerdasan
berekspresi tanpa kungkungan tembok pembatas


ANDAI SAJA …

andai saja letupan syahwat perseteruan
digantikan dengan gelora jiwa seni yang membuncah
dunia akan jadi lebih indah, damai dan bernilai

andai saja birahi melahap duit rakyat
digantikan dengan pancaran gairah berkarya seni
dunia akan jadi berlimpah dengan keindahan dan keceriaan

apa yang membuat dunia jadi lebih indah?
seni, tentu saja
apa yang membuat hidup jadi lebih bernilai?
seni, pastilah jawabnya
siapa yang membuat suasana jadi lebih ceria?
siapa lagi kalau bukan seniman

pendidikan seni adalah keniscayaan bagi kehidupan bangsa
bukan sekadar sarana mengais rezeki dan mengisi perut
tetapi juga mengolah dan mengasah
kepekaan terhadap keindahan dari setiap relung sudut



Puisi-Puisi Neni Debi Yanti S.ST,

Neni Debi Yanti S.ST, Panggilan Neni, Lahir di Agam Tanggal 19 Bulan Mei Tahun 1987. Bekerja sebagai staff dosen Prodi D-III Kebidanan Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat yang beralamat di Bukittinggi. Tinggal di Jorong Tanjung Barulak Kecamatan Tilatang Kamang Kabupaten Agam, Agama saya Islam, status Menikah dan sudah memiliki satu orang anak. Pendidikan terakhir D-IV Bidan Pendidik, No Handphone saya adalah 081266166369 dan email saya adalah nenidebi@yahoo.co.id. Hobi menulis dan membaca juga menyukai musik, teater, dan drama.


SEMANGATKU

Saat sang surya bersinar
Ku mengayuh langkahku
Saat Sang surya bersinar
Ku menaruh Harapanku

Aku akan membuat hari hariku 
lebih Indah.
Menjadi lebih berharga dan lebih berarti Lagi.

Aku 
akan membangkitkan pengharapanku sendiri

Aku,  seorang Murid
keajaiban ada dalam keadaanku
Aku tidak berjalan di atas air 
tapi aku diajarkan berjalan diatas air
Aku tidak membelah lautan
 tapi aku diajarkan untuk membelah lautan

Dalam semua situasi,
reaksikulah yang menentukan
apakah sebuah krisis akan memuncak atau mereda
dan apakah seseorang akan diperlakukan sebagai manusia atau direndahkan.

Aku, akan terus berjuang
Agar negeriku bangga 
Dan tersenyum di kemudian hari

Kelak Indonesiaku memiliki generasi emas di masa yang akan datang


GENERASI BANGSA 

Pelajar
Kau adalah penerus bangsa
Pelajar
Kau adalah pejuang bangsa

Semua mata tertuju padamu
Yang memancarkan sinar kegembiraan
Dedaunan muda yang semangat
Senyum dan tawa bersamamu

Pelajar
Terus semangat
Jangan pernah kau mengenal lelah.
Jangan pernah menyerah
Terus berjuang

Demi Nusa dan Bangsamu dimasa yang akan datang


SEKOLAH BARU

Pagi ini Aku tak sanggup melangkahkan kaki di sekolah yang asing bagiku
Keterasingan yang ku rasakan di sekolah baruku

Membuatku gagu dan bicara tak tentu
Semua membisu saat ku berdiri kenalkan diriku
Mereka tak peduli dengan predikat baruku
Membosankan, aku tak suka sekolah baru
Teman baru yang asing bagiku

Guru baru yang tak pernah mengenalku
Dan teman sebangku yang selalu mengganggu konsentrasiku
Aku ingin kembali ke sekolah lamaku
Bertemu dengan sahabatku, guruku, dan citaku
Sekolah baru tak memberiku kesan yang mengharu biru
Kesan kelu dan pilu yang bersemayam di kalbu


KANTIN SEKOLAH

Siang Itu, diterik mentari menampakkan cahayanya 
Ku mendengar Bunyi yang selalu ku tunggu di tengah kejenuhanku
Bunyi bel istirahat adalah pelega hatiku

Terlepas dari guru dan keluar dari suasana kelas yang mencekam
Istirahat menjadi primadona setelah kejenuhanku menghadapi guru
Istirahat adalah surga  setelah kelas menjadi nereka

Keruwetan otak berakhir di istirahat sekolah
Jam Istirahat adalah muara siswa
Untuk berbagi cerita
Dan mengukir cinta


MALAM PERJUANGANKU

Di heningnya malam 
dan suara nyanyian kodok berderang membuatku terus semangat

hembusan angin malam yang dingin
membuatku semakin berkosentrasi


Aku akan terus belajar walau suasana sudah tak wajar
Aku akan terus menimba ilmu
Walau malam telah menghantuiku

Tapi aku akan tetap berjuang menghadapi dinginnya malam demi ujian yang kuhadang di esok hari








Jumat, 10 Mei 2013

Puisi-Puisi Muhammad Maqbul


Muhammad Maqbul biasa dipanggil Abung , Lahir di pulau yang dikenal dengan Garamnya, tepatnya di Desa Bandaran Tlanakan Kabupaten Pamekasan Madura, pada tanggal 01 Agustus 1988. Pria madura ini merupakan  anak bungsu dari empat bersaudara. Kegemarannya menulis  puisi berawal ketika terinspirasi setelah mendengar puisi dari salah satu karya Chairil Anwar yang berjudul AKU. Sejak itulah dia mulai menggoreskan penanya diatas kertas putih dengan imajinasi yang masih belum sempurna. Dari karya-karyanya tersebut, dia hanya mengirimkannya kemajalah-majalah sekolah dan sempat menjadi redaksi salah satu majalah kampus di IAIN Sunan Ampel Surabaya, ketika mulai terjun pada dunia perkuliahan. Kini penulis bisa disapa melalui Hp di no 0857 3020 5671 atau email abunglfrs7@gmail.com   


DULU KINI DAN NANTI

Dulu....
Ketika semuanya berpacu pada kesederhanaan
Melangkah tanpa alas kaki 
Melawan tanah gersang yang dipijaknya
Menghembus nafas sebagai bukti kerja kerasnya
Semuanya dilakukan dengan satu tujuan
Tujuan untuk meraih masa depan dengan Pendidikan
Tanpa mengeluh meraka lakukan
Tanpa menuntut mereka kerjakan
Dan yang pasti hasilnya memuaskan
Kini....
Disaat semuanya serba terpenuhi
Melangkah di atas roda
Menulis di atas Media
Semuanya membuat mereka malas
Malas untuk bekerja keras
Malas untuk meraih kehidupan dengan pendidikan
Hingga kobaran semangat pada mereka
Satu persatu mulai padam tanpa cahaya
Mereka hanya Ingin senang Tanpa melewati kesusahan
Kehidupannya hanya diisi permainan Hingga melupakan kewajiban
 Nanti...
Apakah di Masa kini akan kembali terulang ?
Ataukah kembali pada masa dulu yang gemilang?
Semuanya akan sempurna
Jika pandai ....
Memadukan semangat belajar dimasa lalu
Dengan terpenuhnya semua fasilitas dimasa kini
Itu pasti ....!!!


KACAMATA HITAM

Gelap terawang
Samar tanpa ada kejelasan
Namun...
Dibalik kegelapan tersimpan kecerahan
Dibalik kesamaran tersimpan secercah keindahan
Itulah potret pendidikan
Kelihatan keren 
Kelihatan wibawa
Kelihatan memiliki karisma yang tinggi
Namun ....
Yang merasakan itu hanyalah orang lain
Pemakai hanya merasakan terang menjadi gelap
Jelas menjadi samar
Putih menjadi hitam
Tak ada sebuah Kejelasan 
Tak ada sebuah Kepastian
Yang ada hanyalah
Kehidupan dibalik kacamata hitam


NYANYIAN SUNYI

Sayup-sayup terdegar sebuah nyanyian
Dikeheningan yang membuat hati merasa tenang
Sayup-sayup hembusan angin mengiringinya
Terasa lebih indah dan mesra

Nyanyian kudengar
Nyanyian dilantunkan
Nyanyian tanpa makna dan kata

Nyanyian Sunyi ???

Ya itu Nyanyian Sunyi ...
Yang Menimbulkan sebuah tanda tanya
Menimbulkan sebuah rasa penasaran
Menimbulkan sebuah rasa yang selalu merasakan kebingungan

Bingung tentang keadaan
Bingung tentang apa yang kita dapatkan
Bingung tentang Masa depan

Nyanyian sudah tidak lagi sunyi
Ketika semuanya dirombak
Dengan belajar dan evaluasi diri
Melalui kata-kata yang membuat pendengar merasakan keindahan
Cara pelantunan yang menyejukkan
Hingga semuanya menikmati
Bukan menyakiti 


LUKISAN ABU-ABU

Di sudut kamarku
Terpajang lukisan abu-abu
Lukisan itu
Mengingatkan diriku
Tentang masa laluku

Di sudut kamarku
Lukisan abu-abu menemaniku
dalam memory hidupku
bersama teman-teman di sekolahku

Di sudut kamarku
Kutatap Mesra lukisan abu-abu
Tersenyum, Bersedih melebur menjadi satu
Mengingat masa lalu
Kenangan indah dimasa SMU


HENTIKAN...!!!

Tangisan bangsa mulai terasa
Ketika melihat sejuta kecurangan
Dalam dunia pendidikan
Disaat putra-putri bangsa dihadapkan dengan ujian
Disaat itu pula terdapat kecurangan
Disemua lembaga baik negeri maupun swasta
Ujian untuk siswa
Namun guru yang berusaha
Dengan kerja keras sang guru mencari solusinya
Potensi belajar siswa sudah mulai turun
Tak ada beban buat mereka
Bahkan meraka menganggap laksana Permainan belaka
Tak ada yang perlu disembunyikan
Tak ada yang perlu dirahasiakan
Ini sudah menjadi kabar angin
Semua orang menyadarinya
Semua orang memakluminya
Semua orang bahkan alam sudah mengetahuinya
Hentikan ...............!!!
Jika bangsa ini ingin pintar
Jika bangsa ini ingin dianggap mandiri
Jika bangsa ini ingin dijuluki sebagai bangsa yang dihormati
Jangan gengsi dengan nilai
Jangan gengsi dengan jumlah kelulusan
Jika semua dilakukan dengan ketidak jujuran
Kembalilah seperti bangsa Indonesia yang dulu
Bangsa yang generasinya masih memiliki semangat
Semangat untuk belajar demi meraih kesuksesan
Bukan nilai atau kelulusan ...

Puisi-Puisi Refdinal Muzan



Mengenal puisi sejak bangku SMA dengan mengikuti beberapa mengkikuti Lomba baca puisi tingkat pelajar dan umum se sumatera Barat. Hobinya itu masih berlanjut sampai saat ini dan ada  beberapa penghargaan serta gelar juara yang sempat diraih.

Lahir di Padang dan mengingat hari kelahirannya setiap 15 Mai.Dengan adanya dunia cyberg membuat semangat menulisnya semakin menyata. Terbukti dengan telah terbitnya beberapa Antologi Puisi seperti, Traktat Cinta Dan dosa dalam Dendam (Pena Ananda, 2011), Deru Awang-Awang (Wahana jaya Abadi, 2012), Talenta Para Pengukir Tinta Emas (Penerbit Awang-Awang, 2012), Antologi Carta Farfalla (Tuas Media,2012), Déjà vu Rindu (Leutika Prio, 2012) dan Antologi Puisi Tembang Cinta Kamboja (Sembilan Mutiara Publishing.2012) dan sejak bergabung dalam grup FORUM AKTIF MENULIS, sempat mendapat fasilitas untuk menerbitkan kumpulan puisi tunggal perdananya MOZAIK MATAHARI ( Penerbit FAM Publishing, 2012) Dalam beberapa ajang lomba yang diikuti juga pernah meraih beberapa penghargaan seperti Juara 3 Puisi Award writing Revolutiaon oleh Grup Kampung Writing Revolution - Rumah Puisi, dan Juara 1 Lomba cipta Puisi dalam rangka Milad Sekjen Forum Aishiteru Menulis, 2012, Juara 1 Lomba Cipta puisi TK Nasional 2012 oleh Forum Aishiteru Menulis, Juara 1 Lomba Cipta Puisi perjalanan oleh mytravelwriter.com, Gol A Gong, juara 1 Lomba Cipta puisi Déjà vu Rindu, dan juara satu antologi puisi Long Distance Relationship .

Dalam akun FB yang dikenal dengan nama pena, Refdinal Kelana Mimpi, hampir setiap harinya mencoba menulis dalam bentuk puisi. Sosok penulis ini dapat ditemui dalam pada " refdinalmuzan@rocketmail.com" atau pada alamat SMPN 1 SUNGAI PUA, JL BALAI PANJANG, SUNGAI PUA KAB. AGAM, SUMBAR. atau pada nomor 081374359199. 


PUING

Tentang sebuah sisa perang
masihkah kau ingat gemeretak tanah dan pasir beterbangan
dan darah yang menganak sungai
mengalir di poranda mukim bocah-bocah berlarian
dalam ayunan bayi yang tak henti melafazkan zikir

Sembilu sepi bumi inipun tak kan mati
ia bergerak menjadikan tabir dan hijab yang kau telan
Doa-doa sebatang kaktus tua di tengah gurun
selembar zaitun mengaroma di jasad syuhada
dalam kepungan tembok yang kau pagar
curahan itu seperti hidangan dari telaga kautsar
dan cahaya yang berlarian di atas bukit sinai

Masihkah kau ingat sepasukan jubah putih
menunggang pekat malam di atas ribuan bintang
kilauan pedang di tangan seperti zulfikar
yang terbangun dari tidur panjang

Ya, Bila teryakin ini berpemilik
tak kan kau mampu menebas tunas yang tumbuh
sebab semakin mengakar di jantung tanah
menebar mengait kaki kau berdiri
tenggelam bersama kesombongan
hening diatas ribuan puing
gema azan itu kembali bergeming

(2 Desember 2012)


ALICIA

Kutemui kau di pelayaran gelombang yang mendampar
Keterasingan,berpenghuni di tapak kecilmu yang menggapai
Kau menawarkan selugu raut dalam diam
kau mengulurkan sepolos rangkul dalam debar

Alicia,hijau semak belukar hamparan hari yang terisi
berlarian tanpa sepatu dan seragam
mengapit reranting kayu bakar tanpa buku dan tas
yang kau kenal
Kau mengetuk derik reot pintu pagar
Tak ada dentang bel sekolah disini kau mengejar

Keseharianmu adalah angin yang kau tebar di langit lusuh
mengeja dan menuliskan dunia di selembar pulau yang terpencil
rumput dan bunga-bunga liar sepanjang sungai
kelinci putih dan suara merpati setia memanggil
hingga haripun terselesaikan di bale bambu rebahkan mimpi

Alicia,waktupun kembali memanggilku pulang
akan kubawa sebingkai pesan
bila dunia luar juga harapan
yang kau idam.

(24 Maret 2012)


MERINDU MAGHRIB

Sebuah sisa senja kudapati, warna jingga itu kembali menjadi bias walau selalu ada yang akan tenggelam
tertimbunan di seribu warna datang dan pergi
Dan kelam kembali melipat jalan-jalan yang dulu kau tempuh
Mungkin semua telah menggapai sebuah garis
atau kita terbelit menjadi benang-benang kusut di penghujung
habis

Lalu, senja itu kembali menggema
seperti sekawanan burung yang terbang kembali pulang
Aku masih melihat ungu di rangkaian langit semakin lusuh
Ujung-ujung daun yang masih tersangkut di sisa cahaya
mengetuk pintu dari sebuah panggilan nan melambai
Di sini ada relung kembali hinggap di satu masa

Dalam derik pintu terkunci rapat, temaram lampu minyak
di dinding tabir
Tak ada kemayaan riang di sepetak layar kaca
Akupun bersandar di bahu yang renta
selepas magrib kalam-kalam sucipun menembus relung sukma

Dalam belai suara jangrik dan serangga, kitapun mengeja kata demi kata
Hingga malam terlarut di pangkuan damai bunda

Adakah maghrib itu kembali datang
Bila satu persatu kembali hilang
tergantikan sesak semu yang meruang

(10 Oktober 2012)


TITIAN KABUT

Lesap sejurus deru angin yang membelah
akhirnya kitapun saling menjamu kata pisah
di segerbang pintu yang membeku
di selambai tangan dan pesan yang kau titipkan
di liang nganga tak bersuara

"Aku Pergi" bersama harapan dan doa sepertimu, Ibu.
Bila kelak lelaki adalah sendiri , aku akan menaburkan serentang kembang di setiap langakah yang kujejal, disetiap helai nafas yang kusengal
Agar aroma rindu akan selalu menggamitkanku untuk pulang
seperti tumpuan benang layang-layang di langit bentang

Percakapan demi percakapan melintas untuk sebuah singgah yang kupetik
Selalu saja kulihat orang menilai untuk sebuah menang dan kalah terkandas dan terlepas, serta tertikam dan berdarah
bahkan buku-bukupun seperti telah mengukir untuk sebuah nisan

Inilah jalan, bila tuju adalah satu yang terpendam
di antara persimpangan dan rambu yang terpancang
di tengahan perguliran musim senantiasa menghias
bila pasi langit terselimut kabut pekat tak membias

Selangkah hari, minggu, bulan dan tahun adalah seucap tinggal dan menua kungkungan rindu semakin menebal namun melengkapi kisah harus tertambal
Tangga demi tangga seperti hitungan pada naik dan turun
seperti seabadi patri  .Tinggal lagi tabah menjalani

(11 April 2013)


SAJAK HARI IBU

Ibu, untaian kata dan doa telah penuhi penjuru
bumi dan langit
sesaat sejuk angin membalut terik dari
mentari yang semakin tua
Tapi tidak untuk sebuah lupa akan kasihmu

Di hari ini , sedikit terlambat aku terjaga
betapa hangat dekapan cinta
hingga aku terlelap menyadari akan arti Hari ini bagimu

Yakin, tak hanya kini segala tumpahan sayang
mencurah dari hati
Sejak mula aku ada ,
sejak hadirku kaupun tiada henti dampingi
meyakini hari-hari
menambalkan rapuh dengan cabikan perca yang tersayat
menghapuskan airmata dari derasnya gemuruh
yang masih kau simpan di langit hati
menghiasi senyum di depan pintu , kala pandanganku
menoleh duka yang kau sembunyi
Semua terwarnai dalam sayang yang kau baluri

Dan lalu Ibu,
tak kan pernah ada kata cukup menghitung semua itu
Kaulah sinar yang nenerangi langkah dalam huyung dan mendung terkadang datang mengurung
Kaulah sesejuk telaga yang kutemui dikehenigan rimba kala nanar dan kerontang menyesatkan arah
kaulah hujan yang kudapatkan di pinggir desa ketika syahdu meresap dalam heningnya senja
kaulah teratai kedamaian semadi ketika liarnya jiwa
redup dan tenang dalam dekapan
kasih sayangmu
Terimakasih, Ibu.

(22 des 2012)














Jumat, 03 Mei 2013

Puisi-Puisi Zuhra Ruhmi Binti Zain


Zuhra Ruhmi Binti Zain Anak sulung dari empat bersaudara ini lahir pada 27 September 1991 di Takengon, motto hidupnya “terus melakukan perubahan meski perubahan tidak membawa kesuksesan, tetapi tidak ada kesuksesan tanpa diawali perubahan”. Perempuan yang sedang menempuh study di IAIN Ar-Raniry Banda Aceh ini adalah perempuan pertama yang menjadi ketua umum organisasi mahasiswa Persatuan Mahasiswa Takengon-Bener Meriah  (PERMATA) sejak terbentuk pada tahun 1986 silam. Disela-sela waktu kuliahnya ia juga aktif mengajar di salah satu bimbingan belajar di Banda Aceh. Aktif disejumlah organisasi keagamaan, kemahasiswaan dan sosial kemasyarakatan serta asisten peneliti pada The Gayo Institute (TGI). sebagian dari karyanya terpublikasi melalui media online. Buku pertama yang memuat karyanya terangkum dalam antologi Tiga Bahasa (Indonesia, Gayo-Inggris)  “Pasa” (The Gayo Institute, 20012).penulis dihubungi melalui hp 0852 7744 2826 atau email zruhmi@yahoo.co.id.
 


MENANGIS MERATAP MANIS

Menjadi lemas ilalang ditepi jalan
Terhempas tak berdaya tertiup angin sepoi
Tak ada batang peneguh
Karena akarnyapun tak kuat
Begitulah jika tidak terdidik dan mendidik.

24 April 2013


MENGAIS HARAPAN DI NEGRI TAK BERSINYAL

Jalanya gontai menuju terminal dengan keributan tak berujung
Mobil butut yang ditumpanginya
Menjadi tumpuan harapan tiap pagi
Menuju negri tak bersinyal
Pinggiran danau Laut Tawar menjadi  ukiran-ukiran elok penghibur nasipnya
Belokan di kaki gunung menjadi guratan peluhnya
Nun jauh diujung sana, di negri tak bersinyal
Ia mengais harapan
Memberikan ilmu yang ia punya untuk penerus bangsa
Kokohnya gunung Birah Panyang
Bisa menggambarkan tinggi semangatnya
Setiap pagi menuju jalan yang sama
Berkelok, berlubang, hingga suramnya jurang
Menjadi taruhan
Untuk mengais harapan di negri tak bersinyal

Banda Aceh, 24 April 2013


SETELAH KEMARAU PANJANG

Munculnya gairah baru
Bagaimana pohon menerima hujan
Setelah kemarau yang panjang
Tandus…
Tandus…
Turunnya hujan selalu membawa aura bahagia
Kemarau panjang itu
Semakin panjang saja
Bertahun-tahun
Dan terus tandus
Hingga tanah membuat garis bak ukiran peta yang menganga
Angin berhembus yang juga panas
Tak ada yang mampu mengahalau
Selain nikmat Allah dengan turunnya hujan peradaban
Dengan agama
Dengan pendidikan
Dengan seni
Dengan seluruh aliran-aliran positif
Yang terus mengantarkan airnya ke hulu sungai
Dan kan bertemu di lautan luas

Banda Aceh 29 April 2013


RUMPUTPUN KAN CEMBURU

Temaram lampu penerang
Bersemayam di gelapnya malam
Sebagai penerang untuk dapat membaca huruf-huruf hijaiyah si surau
Di tempat nun jauh disana
Cahaya lampu telah mereka punya
Namun tak jua tersentuh huruf indah itu
Jangankan orang lain
Rumputpun akan merasakan cemburu
Betapa ridak!
Kalian punya penerang,
tapi kenapa membiarkan hati menjadi gelap seperti malam pekat
cahaya terang tapi hati hitam pekat

Banda Aceh, 29 April 2013


KERTAS, BUKU, PENA DAN TINTA

Kertas buram
Buku lusuh
Pena patah
Tinta habis

Banda Aceh, 30 April 2013