Senin, 10 Juni 2013

Puisi-Puisi Azmi

Azmi dengan nama pena Azmi Labohaji dilahirkan di Lhokseumawe, Aceh Utara, pada 21 Januari 1987. Menyelesaikan S1 pada Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, pada jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI). Puisi dan cerpennya telah banyak dimuat di harian-harian lokal. Untuk skala nasional ia pernah mengirimkan beberapa cerpen ke media yang terkenal, Harian Kompas. Namun, hanya e-mail penolakan yang selalu ia terima (mungkin belum layak). Meskipun dalam bentuk penolakan, itu merupakan sebuah kebahagiaan yang amat ditunggu-tunggunya. Selain menggauli dunia puisi dan cerpen, beberapa naskah dramanya telah banyak yang dipentaskan, salah satunya Noda Perdamaian, yang dipentaskan pada tahun 2011 di gedung AAC Dayan Dawood. Kini menjadi guru kontrak pada sebuah SMA di Kepri tepat di Kabupaten Kepulauan Anambas. Dapat dihubungi melalui e-mail Lelakidesa@yahoo.co.id. Hp 085277493943, 085765024370. Alamat sekarang di Desa Teungah IbÔh, Kec. Labuhan Haji Barat, Kab. Aceh Selatan


MAK, ENGKAU TELAH MENDEBUKAN KEINDAHANKU


Sudahlah jangan lagi kau kotori kertas putih yang tak berdosa itu jang
dengan kata-kata yang lahir dari kepalamu. 
Mak sudah lelah untuk sekian kali menyapu dan membuang 
tumpukan kertas yang remuk tak berdaya itu,
apa sih maumu dengannya?

aku bersujud di kaki Mak. Di mana  kertas 
tak berdosa itu kini beranak? Pada Mak kumemohon 
kertas itu adalah keindahan. Keindahan yang kian kali kuukir 
sebelum tidur untuk kukenang dalam mimpi.
Di mana ia Mak kini?

Berakhir mungkin di tong sampah, mungkin jua telah menjadi debu 
yang dibawa angin yang marah.
Itukah keindahan yang wajib bagimu untuk kau impikan?
Kau berkata keindahan sedang badan tak terawat berbulan-bulan
Keindahan yang bagaimana? Yang seperti dakimu yang tak terbasuh air selama 
seminggu lamanya? Yang seperti rambutmu yang acak-acakan yang tak bernama? 
atau seperti gigi dan tahinya yang tak pernah kau sikat itu? Itukah keindahan?   
Mengertilah, Nak, kata-kata itu tak bermakna lagi disaat ia mencium bau nafasmu.
Dan kau masih mengatakannya penuh muatan makna.
Mengertilah, Nak, bait-bait itu hilang ruh saat kau katakan itu adalah puisi yang 
Indah. Jika kata bisa bicara, ia lebih memilih merepetimu yang telah memilihnya
untuk kau tulis di atas kertas itu! Maka mengertilah.
Mak, aku memang tak terawat. Itu benar layaknya sebuah sabda. Sengaja kutulis 
puisi itu agar tiap kali kumembacanya ada bagian dari tubuhku yang kubersihkan.
Agar setiap kali kuimpikan ada wajah yang bersih putih dan tampan. 
Tapi kini itu semua sia-sia. Aku kembali menjadi aku kerna Mak telah menjadi 
keindahanku itu menjadi abu.
Mak, Engkau telah mendebukan keindahanku . . .

Anambas, 2013


MARI

Mari selembut pagi gerakkan jari. Gerakkan satu persatu. Pelan dan pasti. 
Genggam pena lukis ini tulis itu apa kata hatimu
Genggam palu pahat kayu, pahat batu buatlah rumah dari kayu dan batu
Genggam cangkul bajak tanah tanam sesuatu yang kelak bisa kita mamah
Mari gerakkan jari ikuti baris ajari si kecil melukis. 
Mari gerakkan jari tanpa perlu malu atau takut dituduh peniru. Mari.
Si kecil pandai melukis. Lukisan ditempeli di rumah batu dan kayu. Si kecil 
tak lagi menangis setelah melukis ada yang dimamah. 
Si kecil mengerakkan jari menggenggam pena menulis itu semua dengan ramah. 
Mari gerakkan jari untuk berseni sesudah itu pun kita bersabda bahwa kita bisa
Mari . . . 

Palmatak, 2013



KEPADA YANG HARUS PERGI

Tiga tahun sudah kita bersama, anakku
dalam canda tawa tangis dan segenap perkara
tiga tahun sudah kita bersama, anakku
itu adalah waktu yang cukup lama untuk dikenang

kau dan aku, kita bertemu dan menyatu dalam satu ruang
aku mengajari kau dengan penuh kasih
meski badan ‘tlah lemah dan letih
aku mengajari kau dengan penuh kasih 
dan tak pernah mengharap pamrih.

Seragammu putih abu-abu
Seragamku kuning langsat selalu
Mulutmu s’lalu mengata-ngataiku
Tapi mulutku selalu menasehatimu

Kepada yang harus pergi
bernasehatlah daku-daku yang ditinggali

kepada yang harus pergi, 
tanganmu ‘tlah kuat untuk mengenggam
kakimu ’tlah kuat untuk melangkah 
 otakmu ‘tlah kuat untuk mengingat
itu semua adalah amanat

genggamlah sesuatu yang bermanfaat dengan tanganmu yang kuat
melangkahlah ke tempat yang penuh manfaat  
ingatlah semua itu amanat
jangan kau ingat tanganku yang pernah memerahkan pipimu
jangan kau ingat mulutku yang pernah mencacimu
jangan kau ingat pula seluruh tingkahku yang membuat kau 
enggan untuk menyebutku guru

tapi ingatlah apa yang pernah kuajari di pagi hari untukmu
tapi ingatlah senyumku yang s’lalu menyemangatimu
tapi ingatlah betapa aku mengasih dan menyayangimu
meskipun kau tak pernah menganggap kasih dan sayang itu ada

kepada yang harus pergi,
tinggalkan seragammu untukku bersama kenangannya
tinggalkan namamu agar aku s’lalu berdoa untukmu
tinggalkan kenangan kita bersama 
dan yakinkan aku bahwa di satu sudut hatimu
ada namaku yang bertahta di sana. 

kepada yang harus pergi, 
anakku, kau ‘tlah kususui dengan ilmu selama tiga tahun lamanya
selamat jalan selamat berpisah 
ciptakanlah kisah bahagia yang membuatku menjadi indah…

MA USB Palmatak, 18 April 2013


MATAMU DI LENSA KAMERAKU

Berukir indah lentik bulu mata dan hitam pupilmu
Memancarkan kedamaian saat malam meraja
Meneduhkan jiwa saat panas menerpa
Pelepas dahaga saat hatiku gerah tak berkasih.

Di malam sesejuk salju, matamu yang kuburu
Di lensa-lensa kameraku.  
Di dinding kamar yang merapuh,
Dan di ingatan yang selalu menyimpan sejuta pikiran keruh.

Di lensa kameraku matamu seindah mawar madu
Yang diselimuti embun pagi di setiap inci mekarnya
Pupilmu membulat indah, bak danau yang menyimpan madu surga
Alismu menebal  hitam sepekat malam berbintang

Ingin aku memiliki indah matamu 
Tukku bawa ke alam tidurku, mimpiku, dan ke alam yang mereka tak bisa
 menyaksi.

Di lensa kameraku matamu meneduhkan mataku
Dari terpaan kesepian hari-hari yang menyedihkan….

Tanjung Selamat, 2010 


SANI YANG BERSENI

Sani yang berseni meski tubuh tak pernah wangi. Seni Sani digemari
meski kadang dapat caci. Sani yang berseni adalah lelaki yang dikagumi.
Sani mengajari seni dengan seikhlas hati. Sani sebentar lagi mati 
tapi ia ‘tlah berpuas hati. Seni Sani banyak dicari seni yang dulu dicaci maki. 
Sani dan seni kini tak ada lagi. 
“Sani ajari kami seni. Karna kami tak indah lagi kini?” suara itu kini menggema 
setiap sudut negeri. Sayang Sani tak ada lagi . . .

Anambas 2013

1 komentar:

  1. Selamat buat bapak,.Semoga dalam penulisan krya tulisnya semakin mendapatkan manfaat yg lebih baik, dan terus selalu berkarya dan berkarya..

    BalasHapus