Sabtu, 08 Juni 2013

Puisi-Puisi Candar Irawan

Candra Irawan lahir di Kediri pada 19 Juni tahun 1993 silam. Saat ini saya tinggal di RT 40 RW 09 Dusun Krembangan  Desa Kepung Kecamatan Kepung Kabupaten Kediri Jawa timur. Ketika saya memasuki masa SMA di SMA Islam Alwahid Saya Berkesempatan untuk mengikuti Ektrakulikuler Teater yang bernama ADIKARA. Dapat dihubungi  melalui Hp 085736695932 atau melalui email yang saya miliki di candrairawan72@gmail.com .


SANG PENARI DIUJUNG PULAU

Sepasang bola mata berbinar
Melihat burung dan bunga beraneka beraneka
Mengalun lembut tangan-tangan nan gemulai
Senyum pias menyeringai… tak lagi tertahan
Tak lagi tertahan bersambut peluh yang terurai..

Apa yang kau dapat nak?
Geleng geleng…. hanya geleng geleng
Ampun ibu , ampuunn….tak ada yang kudapat!
Aku hanya melihat warna-warna indah yang beruraian
Aku hanya tertawa… senang dan bersukaria

Anakku… sungguh kau tak melihat sesuatu yang besar di ujung sana?
Lihatlah itu anakku… lihatlah
Mendekatlah.. mendekatlah… lihat lalu tertawalah
Lihatlah … besar nian otak dikepala
Rasakanlah….. Rasa yang ada bukan pikir yang kuasa

Pandailah pikir otak yang kita punya...
Pandailah hati yang tajam merasa...
Lalu lihatlah.. dengan pandai otak dan pandai hati merasa
Besar rumah... besar ... besar keluarga kita

Bahu membahu kita selalu bersama
Pagi siang malam pun menjelang
Kepakkan sayap... kita buat dunia terpana
Karena kita dunia kan selalu tertawa


BODOH MENGAKU PINTAR

Dunia.... memang hanya dunia
Kancil yang hilang akal budinya
Harimau yang tumpul taring dan kukunya
Lalu... Mau jadi apa?

Hahaha.... Pintar sekali kalian
Hebat,  kalian memang hebat
Mengendus – endus mencari rombengan di rumah nyonya
Sadarkah engkau... Sadarkah kalian
Mana baju kalian .. Mana?

Kalian memang kini mulai pandai berucap kata
Tapi kalian lupa akan adanya jiwa...
Hey... Jiwa yang besar... jiwa - jiwa yang katanya telah pintar
Bajuku... Bajumu.. Ini baju kita bersama

Dunia tak pernah buta dan menutup mata
Tak sedikitpun mereka tuli ataukah ini  kalian memang
Ditulikan.. Dibutakan ...Dilucuti semua pakaian

Tak sadarkah ? Masih belum tersadarkah ?
Ini baju kita.... Baju kita
Tak malukah keluar rumah yang mewah nan megah
Tanpa sehelai benang milik kita sendiri

Jika kalian memang pintar
Baju yang katanya kuno ini lebih berharga dari rombengan si nyonya


BANTENG HITAM TIMUR KEDHIRI

Hah ...Apalagi ini?
Berkejar – kejaran , ber lari – larian
Tak lelahkah, tak merasa letihkah
Raga muda kuat perkasa
Berlari – lari mengejar si pencuri

Payah memang negeri ini bak tidur di alam mimpi
Buat apa kita kejar mengejar..
Buat apa kita beradu tanduk menyoalkan hal yang jelas

Jangan lihat ujung tanduk lancipmu...
Memang ku akui itu kuat untuk menusuk pencuri
Tapi bagaimana kau bisa tunjukan pada hakim yang kuasa?

Kau memang kuat bantengku... Kau memang kuat
Tapi cobalah kau urus badanmu
Ini identitasmu , perlulah rumput hijau  jiwamu..
Sedikitlah berpikir lebih dewasa, buat dunia melihat kita
Bukan untuk menghina bukan pula mencaci

Banteng Hitam timur Kedhiri
Yang selalu sigap, yang selalu sejuk walau ditengah bara api

Berlari.. berlarilah sekuat derap langkah kaki
Tapi jangan terlalu payah mengejar si pencuri
Hidupmu.. Jiwa dan hatimu .. tak boleh mati


FILOSOFI MEMBERI KEHIDUPAN

Ayun - ayun tangan halus nan lembut tlah mengayun
Buaian demi buaian meluruhkan hati
Silir –silir terasa liris... Rangkaian alunan tembang
Mengalirlah doa yang tertuang dalam jajaran gunung yang kian ramai

Suara itu... Ya kudengar lagi suara itu
Suara yang kudengar kala terlelap dalam sepi
Tangan tangan yang masih menggerakkan
Terselip petuah –petuah mulia tuk jalani kehidupan

Mungkin .. suara dari penjuru  negeri 
Yang kian bergemuruh menyampaikan pesan perdamaian
Bambu yang bergetar memberi irama yang mendendangkan
Harapan... doa yang masih terus berlumuran
Selalu mewariskan pada bayi – bayi dalam ayunan

Sebuah lagu kembali di dendangkan.. Teriring anglung dan gamelan
Hati mendesis ketakutan...
Haruskah kehilangan semua ini
Makanan jiwa yang tlah lama ada dalam hidup
Berbaur indah dalam keberagaman

Yang ku tahu bayi – bayi itu kan tumbuh besar
Bersama dengan harapan dan doa beriringan
Ayunan tangan, lincah mulut melontarkan lengkap oleh pukulan penuh kenikmatan

Bayi – bayi negeri dongeng , jiwamu negeri ini kan berjaya


GUBUK TUA TEPI SAMUDERA HINDIA

Sekaranglah saatnya...
Batu gunung yang terukir di negeri hujan
Menampakkan betapa indahnya alam penuh persahabatan

Gending gending yang selalu merdu
Tembang manis terlantunkan mengisi kekosongan jiwa
Memecah keheningan
Di gubuk tua .. tepi samudra Hindia

Disini .. dibumi pertiwi ini
Batu batu gunung yang usang
Kayu kayu pohon di lahan yang telah gersang
Bermodalkan hati seluas lautan.. 
Batu usang pohon tanah gersang secerca keindahan pun memenuhi

Inilah negeriku... negeri para nenek moyang
Gending dan tembang jadi keseharian
Tradisi mulia tanamkan emas tanamkan intan berlian
Di tanah tanah subur 
Di jiwa jiwa muda yang berbudaya

Hujan kan selalu ada
Selama lantunan doa – doa pohon-pohon lapuk
Menggetarkan sang penguasa angkasa

Disinilah kami tinggal
Mengajarkan pilar emas dan berlian
Isyarat goyangnya dedaunan kicauan burung kutilang
Selalu menghiasi di gubuk tua

Tidak ada komentar:

Posting Komentar