Renny Puteri Utami, lahir di kota Palembang, 26 Juni 1995. Sulung dari 3 bersaudara ini memiliki hobi menulis dan membaca. Saat ini bertempat tinggal di Jl. K.H. Balkhi Lr. Banten 6 no.208A RT. 60 RW 001 Palembang. Ketika masa SMA, aktif mengikuti kegiatan OSIS dan ROHIS serta kegiatan ekstrakurikuler di sekolahnya, dan sekarang baru saja ingin melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi.
Juara terbaik pertama dalam rangka memperingati Hari Pahlawan 10 November, Dewan Harian Daerah Badan Pembudayaan Kejuangan 45 (DHD BPK 45) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) lomba karya tulis puisi se-Sumsel, Rabu (7/11/2012) di Gedoeng Djoeang ’45 Jakabaring – Palembang. Selain itu juga menjadi juara terbaik 3 dari seluruh Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand dalam lomba PSP (Pasar Seni Pelajar) 5 SMAN 4 Batam pada tanggal 26 Januari 2013. Hal tersebut belum membuatnya menjadi cepat puas, pengalamannya masih seumur jagung masih banyak yang belum diraihnya.
Untuk menyambung silaturahmi, silahkan kontak melalui no. HP 08988732527, atau via email rennyputeriutami@ymail.com
PEMUKIMAN SENI MENDARAH DAGING
Ujung angin selatan merobek pelabuhan menguning,
Ditikam oleh debu dan berlari kesana kemari
Rindu bergumpal di genggam tiada tanya agungnya serupa laksana
Seruni rima telah merayu serta-merta meratakan papan ratapan
Pincangnya hujan karena tiada petir yang melambai
Jemari pun rela tak mengharu biru lalu menepis di pelataran gang-gang suara.
Lirih apa tersedu sedan menyatakan rindu
Ini teka-teki yang mudah di tebak.
Istirahat sejenak mendengar kabar kabur
Sediakala manusia bercokol di metafora persembahan tempo dulu
Pemukiman seni telah berdarah jadi
Indonesia purnama di belahan katulistiwa
Seperti Ebiet kah dunia, tampil menyanyi biru?
Seperti Wali Songo seni mendidik?
Sejurai masa menyisakan peradaban klasik
Sejurai cerita menyisakan amanat
Sekumpulan manusia menari bertatap berpautan
Nada sama timbullah sentuhan melodi paradigma
Lapisan langit tertawa alunan suling Sunda merambat lambat
Lembu di pinggir sawah berdendang
Gundah gulana terusir, menyanyilah Asep
Saring estetika mustika
Menyanyilah Asep
Ku temukan sosok manis menikmati lagu dunia
Tersenyum semangat di atas melodi menyingsing cita-cita
Pemukiman seni mendarah daging
Dalam nadi, saraf hati, serat-serat pikiran
Menempelkan virus membelah diploid menjai ribuan
HINGGA AROMA PRIMER BERANAK SEKUNDER
Terhujam dan dihantam oleh silau sastrawi
Rotasi jagat raya kini gusar penurunan ilham yang hakiki
Luhurnya artsitik sebuah ketulusan
Bergaya medium atau hirarki bahkan bisa jadi penumpas batiniah
Di kanan serta di kirinya, tersinggung tersedu tanah air
Cukup kinestik latar belakang Indonesia lalu pembebasan makna
W.R. Soepratman, Indonesia Raya
Belenggu menjadi harfiah seni mengalir alur
Digubah apik dalam perspektif nasionalisme dalam lembah Pendidikan
Ruas warna batas waktu
Pra-aksara, neolithikum, megalithikum membalut sejarah
Awalmu dari prasasti, relief, serta candi dan masjid Allah
Menelan semua abstraksi, hingga kontemporer
Perbincangan pelangi ini bukan sekadar primer
Merah, kuning, biru
Tapi dimana setiap bus sekolah menghantar kusuma bangsa bernafas seni
Yakini peluhnya pun bergolak
Hingga aroma primer beranak sekunder
Sebab sentimentil terhadap luwesnya perubahan
KREASI TIDAK DIPUNGUT BIAYA
Ada seonggok harapan yang belum dimengerti
Suatu malam yang diresapi perubahan suasana
Kelaparan akan perbandingan manusia insan rumah
Pura-pura pengemis mencari belas
Dikala mengais semua titah di dalam genggaman
Semua itu kebutuhan dan membebaniku
Tak usap khayal segala batin seperti bunga haus tak minum seribu tahun
Tak usap khayal haruslah berpegangan ilmu agar tak terpeleset terkena hujan
Kadang pula berlebih dosis dan gentayangan
Dunia ialah esensial produksi kemanusiaan
Pembagi waktu adalah bijaksana merampingkan kesulitan
Status patriotik mengancam ortodok kebodohan
Seni sarana eksotik namun tidak menentang pendidikan
Tiada pembutaan dalam seni yang jernih
Mengasah lembut setiap ide menjadi kebudayaan yang kompleks
Sentuhlah mereka yang dehidrasi di padang pasir keresahan
Siapapun dia yang kalut dalam dunia hati dan pikiran
Petani, buruh, anak jalanan meratap
Pencarian nafkah kalbu lewat seni dapat meringankan
Seni sarana eksotik namun tidak menentang Pendidikan
Tiada pembutaan dalam seni yang jernih
Jangan takut seperti maling yang akan di hakimi
Barometer fantasi seni melambung ke langit
Rakyat kecil butuh seni dan pendidikan
Jangan takkut seperti maling yang akan di hakimi
Bumbung bersedia menjadi pengungkap sistem hati
Tenanglah kreasi tidak di pungut biaya
Tiada satupun penghalang bagi ikrar kesenian
Tiada satupun penghambat bagi pemegang amanat pengetahuan
Tiada penipuan dalam hasrat meninggikan kebudayaan
Keberanianmu berkreasi adalah pahlawan sejati
Tenanglah kreasi tidak di pungut biaya
DEMI PROTES MELAWAN DUNIA
Kucium kaki tua berbau basi
Selangkah menyeret tetesan peristiwa yang parah
Pikulnya memundak dari jemari terkungkung kejam empedu awan
Sarat suatu nisan bukan dari beliau
Tasnya memelihara kelengkungan diatas pelupuk
Terhadap anak panah yang berbisik aku sudah lelah
Terhadap batu granit terkikis hujan
Dia injakkan kaki yang terasa kesemutan, linu atau asam urat
Sambil tengkoraknya yang terbentuk, binar wajah semakin kusut
Setiap halte yang menunggu seruan rayuan kernet pada penumpang
Setiap gerbong-gerbong tua dan relnya pun turut berduka
Di persimpangan stasiun bertayangkan lembayung senja
Ada yang tak berani bersuara dan menyanyi sebaliknya
Sebuah masa gitar melodi yang kenyang dinikmati
Namun sebuah jiwa berpuasa dari dunia kecil penuh antah berantah
Penilaian sang tua terhadap seni hingga turun dari pengasingan
Sebenarnya sang tua menyatukan listrik padat makna
Dalam persembunyian otaknya berwarna memancar
Ingin sekolah sejak penjajahan, dayanya sampai senja pun tak mencicipinya
Sebuah masa gitar melodi kenyang dinikmati, demi protes melawan dunia
BERUSAP EMBUN PENDIDIKAN
Ada panggilan masuk membentur
Sekumpulan definisi untuk perbincangan tanpa uraian
Ada pula struktur-struktur gabah untuk menghadirkan fungsi
Di pojok pola poligon pontang-panting bergeming
Ku kira ada sumber dalam hal batiniah
Beberapa sayup mengatakan takkan datang
Beberapa kesendirian bercakap takkan pulang
Konsep semantik berhadiah selaput suara yang dilatari suku-suku seni
Duduk di tepi ladang ini vokal menjadi terkabar samar
Topik yang menyerahkan adaptasi berlingkup proses
Serta bersuka ria penonjolan artikulasi sikap
Ada kontras, antonim, perseberangan, ada ciri mayor atau minor
Tak masalah seperti dihembus langit-langit waktu
Ada hak dan kewajiban seni membangkitkan Pendidikan
Secarik potret Saleh Syarif Bustaman
Kesempatan romantisnya terikat, Antara Hidup dan Mati
Karena tersirat hiruk pikuk desah angin
Seni mengandung magnet kehidupan
Tatkala dapat menarik tariklah sekuat tenaga
Kulturasi seni melepaskan dahaga
Mendapat angin segar dan bertemulah
Periode Indonesia Jelita, PERSAGI, hingga periode Sanggar
Memperhatikan anak bangsa
Menjadi catatan penting demi pendidikan
Pernah beristirahat ditengah pergulatan seni
Tapi kami tidak ingin batas layar
Bukan resep atau komposisi yang kebarat-baratan
Tapi rasa senang berenang di samudera seni Indonesia
Ketika kecil ku kenal Reog Ponorogo, serta wayang si Cepot
Ketika dewasa ku nikmati usapan embun Pendidikan nusantara
Bukan resep atau komposisi kebarat-baratan
Tapi rasa senang berenang di samudera seni Indonesia
Sendi-sendi seni bongkar pasang dalam morfolgi wajah Indonesia
Terkadang tak perlu susunan tingkat tapi ambigu tak juga dekap
Jadi inilah seni kekuatan ekspresi melibatkan Pendidikan
Menghadirkan retoris lalu syahdunya sulung
Berusap embun Pendidikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar