Kamis, 31 Oktober 2013

Puisi-Puisi Mardhiyah Novita M.Z

MARDHIYAN NOVITA M.Z merupakan putri sulung kelahiran 20 November 1993. Gadis Minang asal Pariaman ini sedang belajar di program studi Sastra Indonesia FIB UGM, Yogyakarta. Tulisan Dhiyan sering dimuat di surat kabar dan majalah sejak ia masih berstatus siswi MTsN Model Pariaman. Selain itu, saat masih sekolah di MAN 1 Padang Panjang, Dhiyan juga pernah mendapat bimbingan menulis di Sanggar Sastra Rumah Puisi Taufiq Ismail. Dhiyan memiliki beberapa karya tunggal yang sudah dibukukan yaitu novel Penyair Merah Putih (2011), kumpulan puisi kembara sastranya sebulan di Malaysia berjudul Sajak dari Bumi Melayu (2012), dan novel Mahar Cinta Gandoriah (2013). Karya lainnya dapat dibaca di antologi bersama Seriosa Biru (2012), Kejora yang Setia Berpijar (2012), Inspirasi Gadjah Mada untuk Indonesia (2012), Menjaring Waktu (2013), Dan Aku pun Jadi Penulis (2013), dan Facebookisme (2013). Dhiyan dapat dihubungi via email dhiyan_alfa1ra@yahoo.com atau nomor 083181424048.


PEMBIDIK IMPIAN

Lihatlah ribuan bocah setiap tahun didaftarkan masuk sekolah
Lihat juga tahun sesudahnya ratus-ribuan bocah keluar tanpa ijazah
Lihat pula tahun-tahun berikutnya mereka dianggap sampah
Ah! Ah! Ah!
Bukan tolol bukan bodoh
Mereka yangdiajar tergopoh-gopoh
Gagal sekali, mendapat serapah penelan roh
Otak pun dikeroyoki materi
Tugas sekolah itu dan tugas rumah ini
Bergilir menagih setiap hari
Apa seni belajar hambar sudah di negeri ini?


Lihatlah dalam laci imajinasi
Seorang guru mengajarkan matematika sambil menyanyi
Guru lain mengajarkan bahasa asing sembari menari
Guru-guru berburu cara menyenangkan hati
bocah-bocah yang tak sekadar haus materi
hati mereka butuh intuisi
Apa cara ini masih dianggap basi?
Ini bukan lagi soal mendidik
bukan jua perkara pembubaran hardik-menghardik
Namun, sudah masanya bocah-bocah cerdik
dikenalkan taktik membidik

“Cah! Hei, Bocah! Bidiklah hari esokmu, Nak.
Bidik impianmu, Nak. Tidak-tidak! Tidak harus jadi
penguasa atau politisi.
Jadi apa pun, Nak. Asalkan yang kau bidik
adalah mimpi-mimpi muliamu.”
Tegas seorang guru berlagak sedang bermain lakon

Ini negeri sejatinya tak lagi butuh orang berdasi
yang dicari ialah nan berbudi dan berjati diri
Ini bangsa sejujurnya telah sesak oleh pengumbar gelar
yang diagungkan harusnya sang pembidik impian bernalar
Dendang seorang guru di depan kelas.


SUATU SORE BOCAH PENGGEMBALA ITU MENANGIS

Ia hanya rindu pada apa
yang sebelumnya asing tuk dirindukan
persendiannya kehilangan daya
melihat rombongan berseragam
kali ini, ia lelah dalam lengah yang menjadi-jadi
sesal menghantam jiwa kerdilnya
apa yang digembalanya?
sedangkan makhluk seusianya sibuk berkasih sayang
bersama buku dan pengetahuan

ia hanya rindu
dan ia menangis bersama kerinduan


DONGENG PENDIDIKAN BANGSAKU

Suatu hari. Terciptalah kepulauan nan
kini telah serentak membela kecerdasan
muda-mudi bangsa. Tak rapuh semangat kobarnya
menuju hamparan mulia
berakal, berlogika, beradab. Pendidik dan
yang dididik berpacu jumlah dan tekunnya.
Anggaran terkelola cermat
tanpa ada terselip di saku-saku jas
atau kantong celana pejabat,
juga terjaga dari pengelola yang hendak
bermain kalkulator dalam hitungan angka
di kuitansi-kuitansi setoran.
Setiap diri sadar hati
pendidik pun harus tahu arti pendidikan
seperti anak didik yang dituntut tahu segala materi.
Tak ada satu pun cara curang terabadikan
karena tiada kelalaian atau pengabaian
saat sistem ajar dilangsungkan. Angka sembilan dan
angka lima sama-sama ditentukan dari kemampuan,
bukan dari selipan amplop putih nan tebal.
Lihatlah, setiap tahun lulus tepat waktu
tak pernah jemu menimba ilmu
tak ada se-otak-pun tertidur, semua sel terpicu
Dengarlah, kini negara kepulauan bukan lagi
negara berkembang, tetapi negara sangat maju
dan tepat jadi panutan.
Dongengku pun selesai.


DAYUNG-DAYUNG SAMPAN

Kudayung sampan usang
di kepulauan nusantara yang
ramai remajanya menghafal pancasila
tapi selalu alpa dan lupa

Masih kudayung sampan sangat usang
di jajaran pulau bertuan yang
riak suara lelaki dan perempuan tuanya menyanyikan Indonesia Raya
dengan nada sumbang tanpa penghormatan

Setia kudayung sampan hingga mengerang
mencari titik pertemuan asal dari keterasingan
tapi, kusadari mekarnya rasa kehilangan

Hilangkah aku atau ratap pertiwi yang menebal?
Di mana bisa kutemui setiap generasi nan
berkobar semangat belajar-mengajar dan abdinya?
Aku tak ingin (lagi) kehilangan!


ORANG SUSAH DILARANG SEKOLAH?

Sejak kapan gerbang terkunci
jika anak orang susah juga ingin thalabul ilmi
Sejak kapan pintu tertutup rapat
jika anak orang susah juga ingin bermartabat
Sejak kapan kelas penuh
jika anak orang susah ingin belajar sungguh-sungguh
Sejak kapan guru-guru ogah
jika anak orang susah merengek minta sekolah

Tidak ada larangan sekolah untuk orang susah
Hanya saja tema ‘susah’ tak diterima sekolah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar