Selasa, 29 Oktober 2013

Puisi-Puisi Sri Wahyuni

Sri wahyuni. Mahasisiwa dari jurusan b. Inggris, lahir  8 july 1994, saya menulis segala sesuatu dengan akiran Flower x, hp: 085375733723      fb/twitter:   july_yuni@yahoo.com. Sekarang tinggal di bukittinggi.


TITIK TITIK UNTUK SENI

Lambai ian tangan sang seni guguh terpaut  kata –kata surga
Di kala sang rimba telah sampai di puncak metamorposa
Kita bersembunyi di balik sampah- sampah berbunyi
Lurus itupun kadang munafik : telah tenggelam cipta di ujung matahari
Lihat sekitar, dan tunjuk manusia bergaya loreng
Di atas gerakan itu ada senandung turun  masuk mimbar

Keluhan lereng –lereng otot mereka di gambarkan secara lirih untuk masa silam di angka ganjil: angin ini di bentangkan di seluruh negri  berjarak setapak
Pacar – pacar mertua di sepoi langkah sang dalang
Kembali sang seni dari kesederhanaan
Membaca wajah terbalik bersama cerita klasik tempo sekarang
Anggrek ini hanya sekedar menimba ilmu dari reruntuhan pulau seberang
Jarang- jarang tanaman anggrek subur dipekarangan dan terbakar hangus untuk peran –peran pengganti.
Citra ganjil muncul bersama titik panggilan sebesar daun selasih
bersama umat di untaian garis belakang
Menjemput koma yang berhenti di kata terbelakang
Memberi seru di depan ini hanya ‘’titik-titik untuk  seni’’
Komen kalimat sajak di retaknya keramik seni
Dan titik akan menulis, sebelum kata berharga
Untuk layangan kerang di awal musim semi


Yuni flower x


EMAS PERAK YANG TUA

Sepertiga jumbalan di hadapan ku
Riuh diantara cahaya lembut matahari hujan
Membentang tanah pertiwi di gumpalan gansang
Lusuh umur di makan diri sendiri
Hidup di pondok kayu di tepian sawah
Mengingat janji pada negri
Beratapkan seng dibawah kilat hujan batu
Berpintu satu untuk melihat ketumpuan ku

Persegi empat untuk tanaman kering di samping pemukimanku
Berharap bunyi berdentang mengetok  pintu
Tanda sapaan dari roh masa lalu
Dua di antara kita diperhatikan di ujung keriput
Tapi aku yang tersisih

Emas berjambul lebat di hinggapi plastik pelindung Agar subur sampai akar
Di kunjungi pria bertopi putih yang menginjak tanah ku
Berbelok mengambil rumput seperti bongkahan batu
Dan lurus untuk tua yang kaku
Di abaikan hingga tumbuh rumput penyela seribu
Bersama perak yang jauh di bawah daratan
Agar wasiat di temukan para cucu di zaman peralihan
Semetara, adaptasi di batalkan hingga senja menjelang

Tulang belulang di gali untuk nyawa yang terhutang
Demi bukti di lubang gerimis yang mengundang
Dan bingkai coklat tua di ujung halaman

Yuni flower x


KITA DALAM LUKISAN

Komet –komet malang disana dihantam dan di amati hari ini
Oleh muka-muka jelek dari beberapa singgasana
Komentar  mereka cukup naif untuk warna disudut lukisan kita
Lesu  dan beberapa sudut tampak kebingungan
Serta merah jambu  di atas  didepan gulungan tirai
Gemblengan nada-nada juga rintih terhadap bau yang campur-campur
Serta sedikit cacat atas sebuah nama
Mumpung kereta belum berhenti
Senggasana ini masih menerima komentar dari biang-biang kolektor
Serta cat pelangi beberapa menit lagi akan luntur
Oleh hujan pelangi di loker kolektor gambar
Dan beberapa jarak semu untuk kualitas yang beriringan

Berantakan garis –garis didepan bingkai untuk saat di keheningan
Melontarkan ocehan bayangan di kaca pecah
Problematis warna pradigma di ukuran kanpas obral
Seimbang judul untuk cat di kawainya tangan pelukis
Hanya wajah muram di ujung sayap
Waktu takkan mundur untuk pikir lesu di saat- saat kemudian
Hutang gambar terbayar lunas tak berkesudahan
Terucap ini biasa dan  asal –asal
Demi roman di  detik berikutnya
Untuk mayang yang digambar di pajangan

Yuni flower x


MASA DALAM SASTRA

Teras ini kosong karena tak ada yang singgah di pelataran
Biru- biru di langit membayangi kejenuhan
Kita memaksa bersandiwara padahal itu terlihat hitam
Juring ketumpuan tak terpecahkan hingga abad ini

Aku menyaksikan duka
Dan merasa kasihan apa guna kita dalam hiasan itu
Sastra berguling-guling dari mulut pendekar kata
Tayangan mereka yang meminta terus di lihat dan diabaikan
Kita ucap satu tulisan dan hancurkan
Buat semesta sastra berteriak –teriak sampai
Dan matilah para dermawan yang jalang akan kutu  itu
Sisirkan semangat ini untuk pena yang sedang mencoret
Dan coret wajah –wajah kami yang palsu
Kami ingin berkorban, tak apa.

Hanya ini masa dari ucapan yang ditulis, kata yang di kurung
Rasa yang menjela-jela, jari –jari yang mengelitik dan
Campuran tatapan untuk sesuatu yang dimana- mana
Terlalu  kurang ketika sasana di tanah ini
Melirik sedikit dari kita untuk menyampaikan pesan
Untuk penderita kata- kata, terus dengar.kami ingin
Gendangmu muak bersama kebosanan  mereka
ini adalah seluring komentar, untuk jalang yang menganga

Yuni flower x


CENDAWAN  MALANG

Pamplet biru di tengah gang
Tumbuh subur diatas cendawa
Beranak pinak menjalar akar yang beranak
Berdaun layu untuk pelepah pisang yang kehilangan
Karena biru di sepanjang daratanku
Di tumpuki kebiasaan dari bangau yang terbang di pundakku
Mengarah ke selatan melihat beringin di hinggapai merpati layangan
Dari jauh aku keheranan, di lantai tiga bersama lagu –lagu zaman sekarang

Rumput liar di dalam batang menyuburkan parasit untuk ganggang yang hilang
Kesuburan kita di racik oleh kayu manang yang lari dari kedamaian
Alur cerita dari moyang yang hilang di hapus zaman
Hakiki, seni tersangkut untuk mempererat ikatan rentetan
Latar pikiran akan sebuah ketakutan
Agar bisa membalut damai untuk penyakit yang bersemayam
Serta hantaman pikir agar melekat digombalnya
Kelelahan raja –raja di pelabuhan perang
Dari aku
Untuk peringatan yang terhapus di tangan si jalak harupan
Seakan kiasanku berlebih dimata rumput yang bergoyang
Dari ebiet untuk zaman dulu di mata para pengarang
Agar cendawan yang lelah di dalam kubang
Bersemayam di hati para sandra
Demi melihat langit di kabut pagi bersama matahari siang

Yuni flower x


LAKSANA BUNYI DI SUDUT GUNUNG MERAPI

Letusan –letusan kecil membawa gugup nan dingin dan basi
Dilihat dia bak agung yang gagah di pelataran tanah minang
Mata tersereng sereng menatap asap di puncak nya
Coklat di puncak merinding semesta memperhatikan
Kita jujur untuk sedekap arti panggilan
Lorong dari bunyinya mengelilingi jutaan manusia
Dari kaki sampai ke daratan tinggi

Jangan bercanda untuk warna abu-abu yang silau
Itu bunyi dari pelataran minang yang gelap
Meninggalkan tradisi demi mengikuti cahaya berlian dari samudra lain
Kehilangan diri dari sribuan tatapan kawan lama
Kata- kata kita di ujung  keris yang berkarat
Sastra mereka di abaikan dalam pendidikan yang sekuler
Huh, dimana kita akan punya masyarakat
Tingkah laku beku di atas aturan kertas wasiat
Sementara kita terus berikhtiar.
Pohon-pohon rimba di lereng gunung sering bernyanyi
Bersama burung hantu dan merpati hutan yang setia
Ada dari deretan kita yang abai:  itu adalah bencana di masa lalu
Tak tahu dari mana bunyinya,dan siapa yang salah
Kekerdilan kita diusik orang-orang baru
Dan itu selembaran cobaan untuk orang yang ada di sudut
Untuk denting  berirama ketika bisikan telah di dengar

Yuni flower x


Tidak ada komentar:

Posting Komentar