Kamis, 31 Oktober 2013

Puisi-Puisi Yuni Retnowati

Yuni Retnowati  sejak masih  kelas lima SD sudah mulai menulis dan mempublikasikan tulisannya lewat media massa lokal dan nasional. Saat itu tulisannya berhasil dimuat di SKM Bina (Semarang), Majalah anak-anak Putera Kita (Yogyakarta), SKM. Bernas  (Yogyakarta). Pada waktu SMP mulai suka menulis puisi dan bahkan menjuarai lomba penulisan puisi yang diselenggarakan KPS (Keluarga Penulis Semarang) dan FPBS. Universitas Sarjana Wiyata Taman Siswa Yogyakarta sebagai penulis termuda yang kemudian mengumpulkan karyanya menjadi antologi, yaitu “Nyanyian Kemerdekaan” (KPS, 1982) dan  “Pendapa Taman Siswa Sebuah Episode.”  Semasa kuliah  cerpennya dimuat di majalah Femina, Majalah Kumpulan Cerpen ANITA Cemerlang dan Buku Kumpulan cerpen CERIA. Pernah menulis drama radio serial yang diudarakan di Radio Reco Buntung Yogyakarta. Menjadi salah satu juara dalam lomba penulisan cerpen yang diadakan Taman Budaya Yogyakarta dengan Umar Kayam sebagai salah satu jurinya. Namun produktivitasnya menurun seiring waktu dan kesibukan kerja. Kemudian di tengah-tengah kejenuhan kerja, dia terpanggil untuk kembali menulis. Novelnya “Tembang Perawan” diterbitkan 2011 (Brilliant Books. Yogyakarta).  Bisa dihubungi lewat email : yuniwati67@gmail.com. FB: Yuni Retnowati. Alamat : Jatimulyo TR I/356 B Yogyakarta, No HP: 082135769843 dan 08175411067


TEMBANG  PURBA

Siapa melantunkan tembang purba itu ?
replika peradaban silam nan langka
meniupkan mantra para pertapa
demi terhapus segala bala

dia  yang  bermata bening
menatap lugu ke para tetua
dia tahu segala yang disembunyikan masa
dengarkan dia masih berdendang
gubahan pujangga masa lalu

“sang hyang widi penguasa buana
 jagalah  bumi  dari malapetaka.”

Bait puja-puji kala hamba meminta
bersama dupa wangi cendana
tak ada lagi kini dalam keyakinan kita

Menggali seni yang terkubur waktu
dilakukan  atas nurani sang guru
menebar nilai-nilai hidup pada suatu masa
meski tak akan abadi
tapi nilai-nilai yang dijaga tradisi
selalu menjadi penuntun langkah kita

Guru-guru  akan meneruskan tradisi
menjaga warisan leluhur dari generasi ke generasi
hingga generasi masa kini berdendang
bukan tembang usang yang tergerus waktu
melainkan untaian makna bernilai


Yogyakarta,  Oktober 2013


UNTAIAN RASA

Bertalu-talu tetabuhan
iringi langkah maju mundur
melambai anggun
kemarilah menari
       
wirama penuntun setiap gerakan
wiraga perantara perasaan
wirasa ekspresi penghayatan

teruskan mengolah rasa
berkreasi mencipta seni
mengukir citra di sanubari

seni mendamaikan jiwa
mengajarkan nilai budaya
menebarkan pesona
kepada sesama yang berdiam di bumi

juga  ajaran luhur
bagi setiap manusia
untuk meniti bumi
menuju keindahan hakiki
kebenaran sejati yang dinanti
damai selamanya
berkat seni yang terjaga sempurna

Yogyakarta, Oktober  2013


PENJAGA TRADISI

  Sepenggal puja adalah tradisi lama
       kala  hyang widhi  diagungkan dalam keesaanNya
       segala tata cara pengabdian hamba
       menjadi  upacara  persembahan yang fana

       sekelompok manusia  bersua
       merangkai adat kebiasaan lama
       mencipta berbagai karya seni
       tembang penghimpun mantra
       tari ekspresi rerasa
       ritual pengejawantahan pengabdian
      goresan pena menjadi puisi
      goresan warna menjadi lulusan
      diikat dalam satu makna seni

     generasi muda mencari makna
     di balik semua ekspresi seni
     pelajaran apa yang tersimpan di sana
     seni untuk masyarakat
     membentuk citra yang terpatri abadi
     seni yang dipelajari setiap generasi
     membangun karya dunia pendidikan

     citra  seni adalah keindahan abadi
     mampu membentuk kedamaian hati
     terus terjaga sepanjang masa
     lewat tanggung jawab suci para pengabdi
   siapakah  mereka penjaga seni abadi
   sebutlah nama para guru
   katakan siapa saja para pujangga
   atau seniman yang peduli senantiasa
   pada seni milik negeri ini
   citra diri yang pantas dibanggakan                              

Yogyakarta, Oktober 2013


KARYA CIPTA

Kerabatku
adakah  suara yang begitu kau rindu ?
ketika di luar sana
teriak amarah melibas segala
pancaran luka yang terkikis masa
menjerit dalam duka yang mengerikan

Mari tanggalkan sejenak gempita dunia
lihatlah jauh ke lubuk hati
adakah senandung merdu?
sematkan senyum di bibir kita
goreskan nada-nada indah
seakan luka tak pernah ada

untuk apa berhenti dari siklus alami?
enyah dari rutinitas sehari-hari
bangun bekerja dan tidur lagi
jika kehampaan yang mengisi waktu
menata suka duka dalam sunyi
terjebak dalam perilaku yang begitu

Undanglah satu penanda
kelak dunia akan mengenangnya
sebagai karya dari cipta karsa
persembahan bagi sesama


sebuah tembang
kuuntai bersama rerasa yang kian merana
sebab jiwa haus akan cinta
butuh variasi hidup yang menyentuh sanubari
barangkali mewujud dalam seni
karya batin yang mendamba sesuatu yang berbeda
bagi jiwa-jiwa yang terbuka

Yogyakarta, Oktober 2013


CERMINAN KEHIDUPAN

Kita duduk melingkar di bawah purnama
petuah  lewat cerita dipaparkan  dari balik layar
melukis bayang-bayang sosok manusia
seolah cerminan kehidupan
kita di antara bayang-bayang itu
bertutur kata selayaknya manusia utama

siapa penulis kisah-kisahnya?
seolah tahu segala peristiwa
dengan  alur yang sama
setiap masa tanpa jeda
hanya repetisi dari waktu ke waktu
lantas kita dipaksa percaya
                                ragam kisah manusia sudah terpola
        kita menitinya sesuai pola yang tersedia

        Tiba-tiba tetabuhan menggema
        menunda lelap yang diharap
        diiringi senandung berirama
                    mendayu-dayu  namun merdu
        simak kata demi kata
                    bukankah itu sebuah pengajaran?

       Sering tak kita pahami
       pelajaran tentang hidup
       tersirat dalam karya seni
                   berupa kisah dan petuah
  langkah kita seperti dituntun
  agar tak salah arah
  kitab-kitab tua terbuka untuk dibaca
  dirangkai indah menjadi kisah
        cermin kehidupan setiap insan

 rakyat berguru pada beragam kisah
 memahat citra beraneka rupa
 jangan ulangi kesalahan yang sama
sebarkan nilai-nilai utama
                 
Yogyakarta, Oktober 2013

     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar